Muslimahdaily - Loudres Loyola, seorang sersan perempuan di Angkatan Darat Amerika Serikat, adalah sosok yang telah dua kali mengemban tugas dalam misi perdamaian di Afghanistan. Bergabung dengan dunia militer pada tahun 2009, perjalanannya di kemudian hari akan membawanya pada sebuah pencarian spiritual yang tak terduga, yang berujung pada hidayah Islam.
Benih Penasaran dan Pertanyaan Pertama
Kisah ini berawal pada tahun 2015, ketika Loyola memiliki seorang rekan sesama prajurit Muslim yang taat menjalankan ajaran agamanya, termasuk tidak mengonsumsi daging babi. Hal sederhana ini memicu rasa ingin tahu dalam dirinya: mengapa umat Islam diharamkan memakan babi?
"Sebagai orang awam, biasanya hanya mengetahui sebatas bahwa Muslim dilarang makan babi, padahal nyatanya banyak hal yang tidak kita ketahui tentang Islam," ujar Loyola, merefleksikan keterbatasan pemahamannya saat itu.
Afghanistan, Islamofobia, dan Dorongan Mencari Kebenaran
Pengalaman bertugas di Afghanistan ternyata menjadi salah satu titik penting dalam perjalanannya. Loyola menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat Muslim di sana, sebuah realitas yang jauh berbeda dari narasi yang seringkali digambarkan oleh media Barat. Sekembalinya dari Afghanistan, Amerika Serikat tengah dilanda panasnya suasana pemilihan umum. Isu Islamofobia menguat, terlihat dari banyaknya komentar kebencian dan perendahan terhadap Islam di ruang publik dan media sosial.
Loyola, dengan jiwa prajurit dan rasa keadilannya, tidak bisa tinggal diam. "Loyola tidak pernah senang membiarkan sekelompok orang menyerang kelompok tertentu. Ia tidak akan diam saja melihatnya, ia akan membelanya dengan sepenuh hati," demikian semangat yang mendorongnya. Ia merasa terpanggil untuk melawan gelombang Islamofobia tersebut, bukan dengan emosi, melainkan dengan data dan fakta. Karena itulah, ia memutuskan untuk mulai mempelajari Islam secara lebih mendalam.
Perjalanan : Dari Al-Qur'an hingga Pintu Masjid Nebraska
Dengan tekad kuat, Loyola mulai menelaah Al-Qur'an, mencari jawaban atas berbagai pertanyaan dan prasangka yang ada. Pencariannya juga membawanya ke sebuah masjid di Nebraska, yang kebetulan sedang mengadakan acara open house. Tanpa ragu, Loyola hadir dan aktif berpartisipasi dalam sesi tanya jawab.
Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis, seperti perihal perbedaan porsi warisan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, serta isu keterkaitan Islam dengan terorisme yang kerap disalahpahami. Dari Imam masjid Nebraska, ia mendapatkan jawaban-jawaban yang logis dan memuaskan hatinya. Hingga akhir sesi, Loyola kembali pada pertanyaan awalnya: mengapa Islam mengharamkan daging babi? Untuk pertanyaan ini, ia menerima jawaban bahwa hal tersebut adalah perintah langsung dari Allah Subhanahu wa ta'ala, sebuah jawaban yang, setelah melalui berbagai diskusi sebelumnya, dapat ia terima dengan lapang dada.
Menemukan Kesempurnaan dan Keyakinan Hati
Setelah kurang lebih empat hingga lima bulan mempelajari Islam secara intensif, Loyola sampai pada sebuah kesimpulan. Ia menyadari bahwa ajaran Islam terasa begitu masuk akal, komprehensif, dan menyempurnakan keyakinan spiritual yang telah ia anut sebelumnya. Baginya, tidak ada pertentangan, melainkan sebuah kesinambungan dan penyempurnaan.
Hingga akhirnya, sebuah momen bersejarah dalam hidupnya tiba. Tepat pada tanggal 10 Desember 2015, Loudres Loyola dengan penuh keyakinan dan kesadaran memantapkan hatinya untuk memeluk Islam sebagai agamanya. Di hadapan publik, pangkat sersan yang disandangnya tak kuasa menahan air mata haru yang mengalir saat ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kisah Loudres Loyola adalah cerminan bagaimana hidayah dapat menyentuh hati siapa saja, bahkan di tempat dan melalui jalan yang tak pernah terbayangkan. Dari seorang prajurit di medan perang, ia menemukan kedamaian dan kebenaran dalam pelukan Islam, membuktikan bahwa pencarian akan makna dan kebenaran adalah fitrah setiap manusia.