Muslimahdaily - Keresahan publik kembali mencuat menyusul temuan grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” yang diduga kuat menjadi wadah untuk berbagi fantasi hingga pengalaman hubungan sedarah (inses). Dengan jumlah anggota mencapai puluhan ribu, keberadaan grup ini bukan hanya memicu kemarahan, tetapi juga kekhawatiran mendalam akan keselamatan anak-anak yang berpotensi menjadi korban.
Grup “Fantasi Sedarah,” yang beranggotakan sekitar 32 ribu akun, diduga kuat berfungsi sebagai ruang diskusi bagi para anggotanya untuk berbagi fantasi seksual menyimpang terkait hubungan sedarah. Lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat indikasi kuat bahwa anak-anak turut menjadi korban eksploitasi dalam aktivitas grup ini.
Praktik menjijikkan ini pertama kali diungkap oleh seorang pengguna X (sebelumnya Twitter) dengan akun @pablolaurentt, yang sayangnya kemudian ditangguhkan.
Penelusuran lebih lanjut mengungkap fakta yang lebih mencemaskan: “Fantasi Sedarah” bukanlah satu-satunya. Belasan grup serupa dengan ribuan anggota lainnya juga ditemukan, menunjukkan betapa masif dan berbahayanya penyebaran konten penyimpangan seksual ini di platform media sosial. Konten-konten mengerikan yang beredar di dalamnya secara alami memicu gelombang kecaman keras dari warganet.
Kecemasan dan ketakutan akan dampak buruk fenomena ini terhadap generasi muda tergambar jelas dalam berbagai unggahan di media sosial.
Seorang pengguna X, @bluedustlovely, menyuarakan keputusasaannya, “Abis baca-baca kasus “Komunitas Fantasi Sedarah” gue rasa udah hopeless bgt menemukan ruang aman buat pergaulan anak gw di masa depam, Kata gue internet udah masuk area mikrosistem, bukan kronosistem atau makrosistem lagi deh. Ya Allah lindungi kami :((“
Reaksi publik tidak berhenti pada kecaman. Banyak warganet yang aktif melaporkan grup-grup tersebut, baik kepada pihak Facebook maupun aparat kepolisian, menuntut adanya tindakan hukum yang tegas dan segera terhadap para pelaku dan pengelola grup.
Di tengah kegemparan ini, muncul kesadaran kolektif mengenai aspek yang lebih fundamental, yakni pentingnya pendidikan dan penjagaan fitrah seksualitas anak.
Seorang warganet dengan akun Instagram @ummuhannah.makkah menulis dengan tajam, ”Mendidik anak bukan cuma soal akademik, tapi penjagaan fitrah seksualitas.”
Ia melanjutkan refleksinya, “Tanpa pendidikan fitrah seksualitas, anak bisa tersesat dalam dunia penuh syahwat dan kekerasan. Kecanduan pornografi dari Internet bisa jadi penyebab kerusakan moral siapapun tanpa pandang profesi dan jabatan!”
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa fenomena seperti grup “Fantasi Sedarah” bukanlah sekadar pelanggaran hukum, melainkan cerminan dari adanya penyimpangan terhadap fitrah seksualitas manusia. Pendidikan fitrah seksualitas, yang seringkali terabaikan, sejatinya adalah benteng utama untuk melindungi individu, terutama anak-anak dan remaja, dari berbagai bentuk eksploitasi dan penyimpangan seksual.
Terbongkarnya jaringan grup penyimpangan seksual ini adalah peringatan keras bagi semua pihak orang tua, pendidik, pemerintah, dan penyedia platform media sosial untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah konkret. Ini bukan hanya persoalan penegakan hukum terhadap pelaku, tetapi juga panggilan untuk menguatkan kembali fondasi moral dan spiritual dalam masyarakat.
Ketika nafsu tidak lagi dikendalikan oleh iman, dan akal yang tajam tidak diimbangi dengan hati yang bertakwa, maka berbagai bentuk kerusakan moral akan terus mengancam. Pendidikan fitrah seksualitas yang komprehensif dan berlandaskan nilai-nilai luhur menjadi sebuah urgensi yang tak bisa ditawar lagi.